NationalAirway.com National airways is a fast growing and professionally managed airline. Our primary business is providing passenger and cargo air transport. Since our inception ...
Thứ Năm, 30 tháng 6, 2011
Emisi Karbon Manusia Vs Gunung Berapi
Link to full article
Wisran Hadi: Potret Sastrawan yang Setia dengan Dunianya
Di tengah maraknya kasus mafia yang melanda negeri ini, kita kehilangan sosok sastrawan yang amat setia dengan dunianya, Wisran Hadi. Beliau wafat pada Selasa, 28 Juni 2011 (pukul 07.30 WIB) akibat serangan jantung di Kota Padang Sumatera Barat dalam usia 66 tahun. Almarhum tiba-tiba tersungkur ketika sedang mengetik tulisan. Menurut istri almarhum, Raudhah Thaib, saat dibawa ke kamar untuk diberi obat, nafasnya sudah tersengal-sengal. Saat itulah, sastrawan yang juga budayawan ini menghembuskan nafasnya yang terakhir. Wisran Hadi meninggalkan istri Raudhah Thaib (46) serta empat orang anak, yaitu St Ahmad Riyadh, St M Ridha, St M Tarikh, dan Puti Aisyah Humairah.
Wisran Hadi pernah menulis kumpulan naskah drama berjudul Empat Orang Melayu yang berisi empat naskah drama: ”Senandung Semenanjung”, ”Dara Jingga”, ”Gading Cempaka”, dan ”Cindua Mato”. Atas karyanya itu, almarhum mendapatkan penghargaan South East Asia (SEA) Write Award 2000. Novel yang pernah dibukukan, antara lain Tamu, Imam, Empat Sandiwara Orang Melayu, dan Simpang. Cerpen-cerpennya kerap dipublikasikan di media cetak dan dibukukan penerbit Malaysia berjudul Daun-daun Mahoni Gugur Lagi. Sedangkan, 12 naskah drama karya tamatan Akademi Seni Rupa Indonesia (kini Institut Seni Indonesia) Yogyakarta ini pernah memenangkan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Indonesia yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dari 1976 hingga 1998, ikut International Writing Program di Iowa University, Iowa, Amerika Serikat pada tahun 1977 dan pernah mengikuti observasi teater modern Amerika pada tahun 1978 dan teater Jepang pada tahun 1987. Dia juga pernah mendapat Hadiah Sastra 1991 dari Pusat Pengembangan Bahasa Depdikbud karena karya buku dramanya Jalan Lurus mendapat Hadiah Sastra 1991 dari Pusat Pengembangan Bahasa Depdikbud dan dijadikan buku drama terbaik pada Pertemuan Sastrawan Nusantara 1997.
Sungguh, wafatnya Wisran Hadi benar-benar merupakan sebuah kehilangan buat negeri kita yang sedang membutuhkan pencerahan melalui karya-karya literer yang bermutu. Karya-karya almarhum, meski secara langsung tidak mampu melakukan sebuah perubahan, setidaknya telah memberikan kontribusi sosio-kultural-emosional dalam dinamika dan perjalanan peradaban bangsa yang tengah tertatih-tatih akibat dihimpit banyak beban dan persoalan. Sastrawan bukanlah politisi yang memandang setiap persoalan berdasarkan kalkulasi untung-rugi dengan banyak kepentingan yang bermain-main di dalamnya. Sastrawan juga bukan penguasa atau pengusaha yang nalurinya selalu bergerak untuk mengendus setiap peluang dan kesempatan sebagai investasi untuk melanggengkan kekuasaan, harta, dan kemewahan. Sastrawan lebih banyak bersentuhan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan yang selama ini terabaikan oleh para pengambil kebijakan yang dinilai sudah kehilangan kepekaan dan nurani.
Sungguh, di tengah “kebangkrutan moral” yang mengancam negeri ini, kita sangat membutuhkan sosok sastrawan semacam (alm.) Wisran Hadi yang mampu menyentuh setiap persoalan hidup dan kehidupan dengan lebih jernih melalui kepekaan intuitif dan mata batinnya, yang kemudian terekspresikan melalui teks-teks sastra yang “liar”, mencengangkan, sekaligus mencerahkan. Meski almarhum telah meninggalkan kita semua, karya-karyanya akan menjadi warisan kekayaan literer yang tak akan pernah habis mengalirkan “nutrisi” batin kepada segenap anak bangsa dari generasi ke generasi.
Sungguh, bangsa kita benar-benar merasa kehilangan sosok sastrawan dan budayawan yang demikian setia menekuni dunianya hingga Malaikat Maut menjemputnya menuju ke alam keabadian itu. Selamat jalan, Abah, semoga Allah memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya, amiin! ***
Link to full article
Teknik Mengkritik

Link to full article
Banyak Memotret Dulu
Sesuai dengan teori yang saya anut, untuk belajar harus banyak dulu. Kuantitas lebih penting dari kualitas. Saya terapkan hal ini dengan belajar memotret. Saya harus banyak memotret dulu. Setidaknya saya harus memotret 10.000 kali dahulu.
Di kamera Nikon D3100 dan Nokia N8 yang saya miliki, nama file dari hasil jepretan foto saya set untuk berurut. Saya lihat nama file di D3100 sekitar 2600. Sementara itu yang di N8 sekitar 2000. Artinya saya baru memotret (dengan kamera tersebut) sekitar 4600 kali. Kalau saya tambahkan dengan potretan sebelum menggunakan kamera tersebut mungkin sudah sampai 10.000 sih, tetapi saya ambil acuan yang ini saja. Berarti masih setengah jalan yang saya lalui. Masih ada 5000 potret lagi yang harus saya lakukan untuk mengatakan bahwa saya belajar memotret.
Filed under: foto, Opini

Link to full article
Katakan ‘I Love You’ Tanpa Suara

Link to full article
Membuat Layanan Yang Ramai Dikunjungi
Minggu lalu, ketika memberikan presentasi di depan anak-anak SMK, saya ditanya kalau mau buat layanan web apa yang bisa ramai dikunjungi.
Saya rasa ini pendekatan yang kurang tepat (baca: salah – he he he). Kita tidak membuat sesuatu hanya untuk orang lain, tetapi untuk kebutuhan diri sendiri. Kata orang-orang, (our) necesity is the mother of invention. Maksudnya, kita mengembangkan sesuatu karena memang sesuatu itu kita butuhkan sendiri. Mengapa demikian?
Ketika kita mengembangkan sesuatu yang kita sukai, menghasilkan uang atau tidak, kita tetap menggunakannya dan syukur-syukur menyukainya juga. Kalau kita mengembangkan sesuatu untuk orang lain, maka seringkali kita tidak melakukannya dengan sungguh-sungguh. Maklum, entah kita disuruh atau kita mengharapkan imbalan (biasanya finansial). Jadi ketika hal tersebut tidak terjadi, maka kita akan tinggalkan apa yang kita buat itu. Lain halnya kalau kita membuat (melakukan) sesuatu yang kebetulan juga kita senang.
Kalau kita senang main futsal, (patungan) membayar lapangan futsal kita mau. Membeli sepatunya juga mau. Apalagi kalau kita dibayar! Wah, pasti mau sekali. he he he. Asyik kan? Sudah suka mengerjakan, dibayar pula! Ini ideal sekali. Apakah bisa terjadi? Bisa!
Hal yang sama terjadi ketika kita mengembangkan situs web, situs e-commerce, situs pembelajaran, atau sekedar ngeblog. Sebagai contoh, saya suka ngeblog. Ada banyak alasan mengapa saya ngeblog (itu cerita lain). Banyak sudah waktu, energi, pikiran, effort yang saya tuangkan di sini. Yang menarik adalah … akhirnya saya juga mendapat masukan finasial dari ngeblog. Wah, senang juga. Asyik. Asal gak kebablasan ya.
Kembali ke judul atau topik tulisan, bagaimana membuat layanan yang ramai dikunjungi? Menurut saya buat layanan yang Anda sukai dan kerjakan dengan hati (do it with passion). Itu saja …
Filed under: Bisnis, Opini, Start-up Tagged: postaday2011

Link to full article
Tidak Tahukah Kau (12)
Jek melihat jam tangannya. Sudah hampir 45 menit dia menunggu di kantin ini. Sar belum juga muncul. Padahal tadi janjinya ketemuan jam 11. SMS terakhir dari Sar, “otw“. Jek sudah merasa lapar juga, tapi dia mau menunggu Sar. Jek kembali memeriksa proposal yang akan didiskusikan dengan Sar.
Sar datang. Tersenyum sambil membaca tulisan di handphonenya.
Sar: hey Jek
Jek: hey … kok lama?
Sar: sorry. keasyikan baca twitter [tertawa]
Sar: baca ini [menyodorkan handphone]
Jek membaca (sambil tidak semangat). Di layar ada tulisan twitter seseorang yang dia tidak kenal. Isinya mungkin memang lucu, tapi Jek sedang tidak mood. Jek mengembalikan handphone itu sambil mengangkat bahunya.
Sar menerima kembali handphonenya, mengetikkan komentar terhadap twitteran itu sambil senyum-senyum. Sementara Jek merasa tidak nyaman. Entah kenapa.
Jek: ini proposal kita [menyodorkan proposal]
Sar: ok [menerima proposal sambil matanya tidak lepas dari handphone]
Jek: jadi mau kita bahas sekarang atau nanti?
Sar: ok [masih mengawasi handphone]
Jek: maksudnya?
Sar: ok kita bahas sekarang [cepat-cepat meletakkan handphone dan mengambil proposal]
Belum sempat mereka berdiskusi, layar handphone berpendar menandakan adanya tulisan baru datang. Tangan Sar menyambar handphone untuk melihat isinya. Dibaca cepat. Tertawa dia.
Sar: orang ini lucu banget
That’s it. Jek melihat jam tangannya. Beranjak.
Jek: Sar, aku ada janji nih. Udah jam 12. Aku duluan ya.
Sar: oke oke
Jek beranjak. Sementara Sar masih tersenyum-senyum dengan handphonenya. Jek merasa sesak. Di satu sisi dia senang karena Sar senang, tetapi di sisi lain dia sesak karena orang lain yang membuat Sar tertawa. Bahagiakah dia?
Jek melangkah. Mengancingkan jaketnya. Di pengkolan gedung dia mempercepat langkahnya …
“Hei Jek! Tunggu…” terdengar suara memanggil.
Jek menoleh. Terlihat Nita, kawan kelasnya, melambaikan tangan. Sesungguhnya dia berharap seseorang yang lain. Jek berhenti.
Nita: mau kemana Jek?
Jek: pulang
Nita: udah makan Jek? kita-kita [nita menunjuk beberapa temannya] mau makan rame-rame. ikutan?
Jek terdiam sejenak. Sesungguhnya dia lapar sekali. Tapi makan dengan mereka mungkin akan membuat seseorang tidak suka.
Jek [menggelengkan kepala]: lain kali deh. aku buru-buru.
Nita: bener ya? lain kali?
Jek tersenyum. Meninggalkan Nita sambil melambaikan tangan. Perut lapar bisa diobati dengan makan. Hati? Tahukah dia apa yang kulakukan? Meski dia tidak tahu, aku tidak ingin membuatnya tidak senang.
Kruyuk … perut berbunyi …
[Seri tidak tahukah kau:12, 11, 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1]
Filed under: Menulis, Prosa Tagged: Menulis, Prosa

Link to full article
Wakatobi Jadi Cagar Biosfer Dunia Ke-8 Indonesia

Link to full article
Shalat 50 waktu
Gak kebayang kalau harus shalat 50 waktu ya? Untungnya waktu isra mi’raj, nabi Muhammad (saw) diberitahu agar minta keringanan. Phew …
Filed under: Islam Tagged: postaday2011

Link to full article